Mari Menemui Mimpi, Rindu

Rindu, mari menemui mimpi.
Di sana kita bisa saling menepi sejenak, menatapi mata-mata yang penuh makna.
Dekap, dekap aku erat-erat, jangan ada celah di dalam dekapanmu.
Lepaskan buliran air matamu sebanyak yang dimau.
Luapkan semua emosimu.
Rasakan tenangnya hati yang saling tertaut menemui tuannya.
Rindu, mari menemui mimpi.

Memelukmu, Rindu

Jika saja jarak ini tak merentangi aku-kamu, izinkan aku menemuimu, lalu memelukmu barang satu-dua detik saja, sekedar memberi sedikit ketenangan atas gundah gulanamu. Tapi lagi-lagi, jarak itu terlalu jauh, sehingga aku hanya bisa memelukmu melalui doa-doa yang sehari-hari nya kurapali. Mudah-mudahan rapalan itu sanggup mengobati kesusahan-kesusahanmu. Semoga Allah senantiasa mudahkan urusan-urusanmu, Rindu.

Merapali Rindu

Rindu, setiap saat, selesai ‘fardhu’, aku selalu menyebut-nyebut namamu. Entah sudah ke berapa kali aku menyebutmu dalam rapalan doa-doa. Kali ke sekian sudah aku menginginkan kita satu. Sebanyak fardhu itulah aku meminta kita dikuatkan pundaknya untuk memikul beban-beban yang kian sarat, dimudahkan urusan-urusan, ditambahkan cintanya, diteguhkan dan ditautkan hatinya, didekatkan, diridhoi cinta ini untuk ke surga-Nya. Sebab, yang aku yakini, doa yang terulang, seperti analogi sepeda. Perlu tidak hanya satu-dua atau tiga kayuh untuk mencapai tempat yang diinginkan, tetapi lebih dari sepuluh, dua puluh, atau tak terhitung jumlahnya. Begitulah, aku ingin kita satu melalui doa yang berulang kali dirapali. Semoga Allah ridhoi.

— yang kuat, Rindu.